![]() |
Buruh sedang mengolah kelapa menjadi kopra |
"Kopra yang menjadi salah satu produk turunan kelapa andalan, di tingkat petani hanya dihargai sekitar Rp360 ribu sampai Rp 400 ribu per kuintal, patokan harga ini sangat rendah sehingga banyak buruh tidak mau bekerja," ujar Jantje Walukow, petani kelapa asal Kecamatan Tenga, Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel)
Dikatakannya, buruh enggan bekerja memproduksi kopra karena bila diperhitungkan dengan upah harian pekerja pertanian, apa yang diterima buruh petik kelapa tidak sebanding lagi. "Untuk memproses kelapa sekitar 450 biji kelapa menjadi 100 kilogram atau satu kuintal kopra, buruh harus lembur sekitar tiga hari," tandasnya.
Dengan sistem bagi hasil yang diterapkan saat ini, lanjut dia, buruh petani mendapatkan Rp180 ribu dipotong biaya angkut dan biaya panjat kelapa maka yang bersih diterima buruh petik hanya berkisar Rp120 ribu. “Dengan upah Rp120 ribu dibandingkan masa proses produksi selama tiga hari, setiap hari hanya memperoleh Rp40ribu, jauh lebih rendah ketimbang rata-rata upah buruh tani di daerah yang mencapai Rp60 ribu hingga Rp80 ribu per hari,” keluhnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri, Disperindag Sulut, Feby Karambut menjelaskan, penurunan harga kopra yang terjadi selama bulan puasa merupakan efek pergerakan harga di pasar internasional yang terus melorot. "Pasar internasional menurun, maka harga kopra terus berada pada kisaran rendah," akunya. [yg/mtr]
@
Tagged @ komoditi