Perkebunan cengkih di Sulut |
“Harga garam jauh lebih murah ketimbang pupuk, perbedaannya bisa lebih hemat hingga 50%, karena itu memilih garam sebagai pengganti pupuk,” kata Tonny Rumimper, petani di Kecamatan Tombulu.
Dikatakannya, selain harga pupuk yang terus mahal, akses pasar garam yang lebih mudah, menjadi penyebab sehingga semakin banyak petani menggunakan garam sebagai pupuk.
Agustinus, petani cengkeh lainnya di kecamatan tersebut mengatakan, awalnya hanya coba-coba setelah mendengar dari satu dua petani tentang manfaat garam bagi pertanian, apalagi ketika itu terjadi kelangkaan pupuk di pasaran.“Saat itu, sudah memasuki tahap pemupukan yang tepat, karena itu mencoba menggunakan garam, hasilnya pohon cengkeh berbuah lebat,” ujarnya.
Karena pohon cengkih mampu berbuat lebat setelah gunakan garam, menurut petani ini, pada akhirnya diikuti petani lainnya memborong garam untuk menambah kesuburan tanaman perkebunan tersebut. “Penggunaan garam sebagai alternatif pupuk, sekarang sudah menyebar luas, dan banyak digunakan petani terutama yang memiliki areal pertanian yang luas,” paparnya.
Sekedar diketahui, masa yang tepat untuk pemupukan pohon cengkeh di Kabupaten Minahasa perjadi pada periode Agustus hingga Oktober. Tanaman cengkeh masih tetap menjadi andalan petani mendapatkan pendapatan yang cukup besar, karena itu berbagai cara mereka lakukan dengan tujuan mendorong produksi cengkeh tetap tinggi setiap tahun. Sulut sendiri dikenal sebagai produsen cengkeh terbesar di Indonesia dengan produksi maksimal saat panen raya 15.000 ton per tahun.
Sementara harga cengkeh pasca Lebaran masih tetap bertahan di kisaran Rp88.000 per kg, masih jauh lebih rendah ketimbang harga tertinggi pada akhir tahun lalu dan awal tahun ini yang berada di atas R200.000 per kg. [yg/mtr]
@
Tagged @ komoditi