![]() |
Buruh tani sedang bekerja (foto : ist) |
Hal ini dikatakan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulut, Dantes Simbolon.“Upah buruh yang di atas angka nasional tersebut menjadi salah satu kendala dalam pengembangan pertanian daerah ini,” ujarnya.
Dikatakan Simbolon, biaya buruh merupakan komponen penting dalam ongkos biaya pertanian, sehingga dengan upah di atas nasional akan membebani petani.
“Biaya yang dikeluarkan lebih banyak, maka imbasnya pendapatan yang diterima petani tidak sebesar yang diharapkan,” tandasnya.
Bagi petani, lanjut Simbolon, pasti mengharapkan biaya menjadi serendah mungkin, tetapi karena tidak ada jalan lain, sehingga mereka tetap menggunakan tenaga kerja lokal. Tetapi yang paling penting bagi petani pemilik lahan, produksi pertanian bisa terus ditingkatkan, dengan demikian meski biaya buruh tani mahal, tetapi mereka masih memperoleh keuntungan.
Para petani pemilik lahan, mengatakan tingginya upah buruh yang dikenakan ke petani karena mengikuti harga pasar secara umum yang sejak dulu memang sudah mahal. "Tidak mungkin membayar upah buruh tani lebih murah dari harga yang sudah diberlakukan sekarang, sebab bila dipraktekkan demikian, maka pengolahan lahan akan terbengkalai, karena pasti buruh tani mencari pekerjaan lain yang upahnya lebih tinggi," ungkap Petrus, petani asal Kecamatan Tenga, Minahasa Selatan (Minsel)
Sekedar diketahui, sistem pembayaran upah buruh tani di Sulut terdapat berbagai cara, yakni penghitungan per jam, per hari, atau sistem kontrak pekerjaan. [yg/mtr]
@
Tagged @ umum