![]() |
Antrian untuk mendapatkan minyak tanah. (foto : ist) |
Menurut Ketua Lembaga Konsumen Berkari Sulut Drs Deky Lumentut, aparat kepolisian seharusnya melakukan pengawasan secara ketat terhadap pangkalan yang mulai nakal tersebut, apalagi membuat distribusi minyak tanah pada masyarakat terganggu.
“Memang ada dugaan banyak pangkalan minyak tanah melakukan penjualan pada pengecer atau pemilik-pemilik warung dengan jumlah yang besar. Sementara pada masyarakat hanya dilayani 10 liter per keluarga. Ini harus ditindak,” desaknya.
Berbagai modus yang dilakukan pemilik pangkalan ini, seperti melakukan penjualan minyak tanah secara sembunyi-sembunyi kepada pengecer dengan harga diatas harga eceran tertinggi (HET). “Di warung-warung dan pasar tradisional, banyak menjual minyak tanah Rp 10.000 sampai Rp 12.000 per liter. Dari mana minyak tanah tersebut, kalau bukan dari pangkalan,” ungkapnya.
James, salah satu warga Malalayang Kota Manado mengakui, kalau di lingkungan tempat tinggalnya pemilik pangkalan menjual minyak tanah di tengah malam. “Saya pernah lihat ada orang yang membeli minyak tanah sampai tiga gelon, ukuran 25 liter. Saat itu sekitar jam dua malam, sementara warga lain belum mendapat jatah minyak tanah,” bebernya.
Sementara itu, Sales Area Manager BBM Riteal Manado Irwansyah mengatakan, pengawasan terhadap pangkalan minyak tanah, cenderung diserahkan kepada pemerintah kabupaten dan kota. Sebab pangkalan-pangkalan minyak tanah itu berada sampai di tingkat lingkungan. “Jadi sebenarnya bole pemerintah setempat meminta aparat kepolisian melakukan pengawasan terhadap pangkalan minyak tanah,” tandasnya. (yg/mtr)
@
Tagged @ umum
Tagged @ wirausaha