Salah satu rumah makan Manado (foto : ist) |
“Kelangkaan minyak tanah menyebabkan proses masak memasak makanan yang akan disajikan kepada para pengunjung berpengaruh, karena produk yang diolah lebih sedikit dari biasanya, maka berdampak omzet turun hingga separuh. Ini kami khawatir akan mengarak ke kebangkrutan,” kata Nonik, salah satu pemilik rumah makan, di kawasan Teling, Manado.
Dikatakannya. akibat minyak tanah sulit didapat, maka pihaknya terpaksa menaikkan harga tarif makan sebesar 20 hingga 30 persen dari harga semula. “Kenaikan tarif makan yang cukup tinggi ini, dikhawatirkan akan berdampak negatif melorotnya pendapatan, dan bila ini terjadi secara terus menerus maka penutupan tempat usaha menjadi pilihan menyakitkan yang harus dipilih,” ungkapnya.
Sonya, salah seorang penjual lainnya mengatakan, semua pelaku usaha apakah besar ataupun kecil pasti akan terpukul bila terus terjadi kerugian, nah pedagang rumah makan pun terbebani dengan biaya yang semakin membengkak, dampak mahalnya minyak tanah. “Kompor elpiji yang diberikan pemerintah, tidak mungkin digunakan dalam usaha, karena ukurannya yang terlalu kecil, sementara membeli kompor elpiji masih terlalu mahal,” paparnya.
Selain itu, kata Sonya, banyak pedagang makanan di Manado belum paham gunakan elpiji, karena itu lebih memilih kompor minyak tanah guna memasak berbagai jenis bahan makanan.”Kami sendiri masih takut gunakan elpiji, karena banyak contoh terjadi kebakaran gara-gara kompor meledak,” ujarnya.
Petrus, salah seorang pemilik pangkalan minyak tanah di Manado, mengatakan, menyusul penurunan jumlah minyak tanah dipasok Pertamina, maka pihaknya mengikuti perintah pemerintah untuk membatasi pembeli hanya lima liter per rumah tangga. “Pembatasan minyak tanah lima liter ini dimaksudkan agar lebih banyak warga yang dapat memperoleh bahan bakar yang harus diakui masih menjadi pilihan utama sebagian besar warga Manado dan daerah lainnya di Sulut,” tuturnya. (yg/mtr)
@
Tagged @ wirausaha