Lowongan Kerja, mencari informasi kerja

Contact online

Perdagangan Pala Sulut, Ternyata Tidak Menguntungkan Petani

Kadis Indag Sulut Sanny parengkuan (foto : ist)
MANADO BISNIS  -  Ekspor tanaman pala, salah satu komoditas perkebunan andalan Sulut, ternyata  sangat tergantung dari permainan para pedagang perantara, broker di luar negeri. Hal ini menyebabkan perdagangan pala tidak menguntungkan petani karena harga dibeli di petani jauh dibawah harga internasional.

Demikian benang merah diskusi akhir tahun mengenai ekspor tanaman perkebunan Sulut yang  diselenggarakan Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) setempat belum lama ini. Dalam diskusi itu juga terungkap, mereka (broker)  mengatur harga pembelian pala di tingkat petani. Kondisi ini sangat merugikan petani pala  di Sulut, terutama petani di Pulau Siau, Kabupaten Sitaro.

Pengamat pala  Dr Helen Pakasi mengatakan,  perdagangan pala tidak menguntungkan petani karena harga dibeli di petani jauh dibawah harga internasional. “Harga pala di tingkat petani Rp 60 ribu per kilogram dan fuli Rp 180.000 sangat rendah dibanding harga pasar internasional mencapai 10 dollar AS,” ujarnya.

Dikatakan pula, mata rantai perdagangan pala sampai empat lapis memberi keuntungan bagi pedagang perantara dan para broker pala internasional yang berada di Singapura. Petani menjual pala ke pedagang pengumpul, kemudian dijual ke agen di Manado, seterusnya pala dibawa ke Surabaya, lalu ke Singapura.
“Proses perdagangan yang berlapis-lapis merugikan petani dan daerah,”  kata Pakasi.

Sementara itu, Kepala Disperindag Sulut  Sanny Parengkuan mengatakan, Sulut semestinya dapat mengatur harga dan perdagangan pala nasional dan internasional mengingat 70 persen produksi pala dunia berasal dari Pulau Siau dan Tagulandang. “Kita kalah bermain pasar perdagangan internasional,” ujarnya.

Kualitas pala Siau dengan aroma sangat khas, lanjut dia,  diakui pasar internasional, karena itu kemudian masyarakat pembeli di luar negeri memberi istilah Siau Nutmeg. “Banyak Negara meminta pengirim pala Siau,” ungkap Parengkuan.

Ditambahkan Kepala bidang Perdagangan Luar Negeri  Hanny Wajong,  sebanyak 14 turunan tanaman pala yang menjadi komoditas ekspor, mulai dari kulit hingga fuli. Akan tetapi petani di daerahnya hanya mengenal dua produksi biji pala dan fuli. “Kulit buah pala ternyata banyak dipakai sebagai pengharum minyakdi tempat-tempat spa di Eropa,” paparnya.

Disebutkannya.  dari kegiatan ekspor hingga Oktober tahun 2011 diperoleh devisa senilai 375 juta dollar AS, sedangkan tahun 2010 sebanyak 586 juta dollar AS. Pertengahan tahun ini ekspor pala Sulut 20 ton terealisasi ke Belanda dan sejumlah negara di Eropa. [yg/mtr]


@


Recommended posts

Perdagangan Pala Sulut, Ternyata Tidak Menguntungkan Petani