Sebagaimana dikatakan Karo Perekonomian Pemprop Sulut Adry Manengkey, ada korelasi antara inflasi dan kebiasaan makan orang Manado. "Penggunaan bumbu-bumbuan meningkat, karena kebiasaan makan tersebut," ujarnya.
![]() |
Kesibukan Kota Manado |
Disebutkannya, setiap kegiatan yang dilaksanakan orang Manado, kebanyakan endingnya adalah makan. "Pasti kita ingat, setiap kali selesai kegiatan apa saja selalu pangge makan, ini salah satu penyebab terjadinya inflasi," jelasnya.
Menurut Manengkey, konsumsi bumbu-bumbuan, seperti cabe, bawang putih dan bawang merah menjadi penyebab terjadinya inflasi, yang pada bulan Maret lalu capai 1,52 persen. "Ketergantungan dengan bumbu-bumbuan, yang sebagian besar dari luar daerah, tetap masih tinggi," ujarnya.
Salah satu solusi, lanjut Manengkey, yakni memanfaatkan lahan tidur untuk menanam bumbu-bumbuan seperti cabe. "Jadi kita harus produksi sendiri tanaman bumbu-bumbuan tersebut, agar harganya tetap stabil," ajaknya.
Di Sulut sendiri, menurut Manengkey, ada sekitar 1.500 hektar lahan tidur. Dari jumlah tersebut baru 30 hektar yang dimanfaatkan. "Seperti di Buha lahan tidur di sana sudah ditanam jagung,"ungkapnya.
Sementara, menurut Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sulut Suhaedi, sudah tiga bulan terakhir ini Sulut mengalami inflasi. "Jika inflasi tinggi, maka daya beli dari masyarakat akan menurun," tandasnya.
Itulah sebabnya, menurut dia, perlu ada langkah-langkah yang diambil untuk menekan inflasi tersebut. "Intervensi pasar mungkin perlu ada, seperti soal produksi dan distribusi," ucapnya.
BI senidiri, menurut Suhaedi, telah mendorong kredit produktif, dengan memanfaatkan lembaga agama. "Kami telah bekerja sama dengan Sinode GMIM, muslim dan mendatang dengan keuskupan Katolik, untuk memberdayakan sektor produktif, "papar Suhaedi. [yg/mtr]
@
Tagged @ umum