MANADO BISNIS – Anjloknya harga kopra di Sulut saat ini, yang mendekati Rp 4.000/kg, membuat sejumlah petani menjerit karena tak mampu lagi untuk mendorong kesejahteraan kelurganya. Hal ini pun diminta pemerintah setempat turun tangan.
![]() |
Perkebunan kelapa di Sulut |
"Pemerintah setempat harus membantu petani kelapa, karena pendapatan yang mereka terima tidak sebanding lagi dengan biaya kebutuhan keluarga karena harga kopra yang melorot mendekati harga Rp4.000/kg di tingkat pedagang pengumpul," kata Sekjen Asosiasi petani kelapa Sulut (Apeksu) Sulut, Emil Mamesah.
Dikatakannya, dengan harga demikian, maka petani kelapa Sulut yang hanya punya satu hektare lahan perkebunan kelapa hanya menerima sekitar Rp600 ribu per tiga bulan, jumlah tersebut diperoleh dari pendapatan kotor 300 kilogram dikalikan dengan harga sekarang, kemudian dibagi dua dengan buruh pemproses buah kelapa jadi kopra. "Petani kelapa sejak beberapa tahun terakhir menerapkan sistem bagi hasil 50:50 antara pekerja dengan petani pemilik kebun kelapa, karena itu ketika harga turun akan sangat berdampak pada penghasilan yang diterima," ungkapnya.
Menghadapi ancaman kemiskinan yang bakal dialami petani kelapa, maka Apeksu meminta pemerintah daerah untuk mengucurkan dana talangan kepada petani. "Petani harus dibantu terutama di saat harga mengalami penurunan, agar mereka tetap mampu menghidupi keluarganya sendiri," ujarnya.
Kepedulian pemerintah, menurut Mamesah, sangat dibutuhkan, mengingat jumlah petani kelapa di Sulut cukup dominan, karena sekitar 150 ribu kepala keluarga di daerah tersebut yang menyandarkan kehidupannya dari hasil kopra.
Selain dana talangan, pemerintah diharapkan memberdayakan petani kelapa dengan produk turunan yang bernilai ekonomis tinggi."Produk turunan kelapa sangat beragam, tetapi yang mampu dilakukan petani hanya mengolah buah kelapa menjadi kopra, ini harus dicarikan jalan pemecahnya, agar petani bisa berinovasi ke produk turunan lain," pungkasnya. [yg/mtr]
@
Tagged @ komoditi